“Investasi Bodong Emas PT. Gold Bullion Indonesia”
OJK: PT Gold Bullion Lakukan Investasi Bodong
INILAH.COM, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
menganggap PT Gold Bullion Indonesia (GBI) melakukan pelanggaran perizinan.
Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal I Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
Robinson Simbolon mengatakan GBI kasusnya sudah diserahkan ke Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM). Sebab, perusahaan ini layak disebut dengan investasi
bodong karena tidak menggunakan izin sesuai bidang tujuan perusahaan.
"Ternyata GBI izinnya ke BKPM tapi dia melanggar aturan dan
menyalahgunakan izin yang diberikan," ujar Robinson di kantornya, Kamis
(5/9/2013).
Menurut Robinson, karena GBI melanggar izin yang dikeluarkan BKPM. Kini
kasusnya dilimpahkan ke pengadilan niaga. Setidaknya ada dua pilihan bagi GBI
pertama, mengembaikan dana nasabah atau dipailitkan. "GBI perizinan dari
BKPM dia melakukan pelanggaran perizinan. Tentu pilihannya akan dicabut izin
atau mengembalikan uang nasabah. Dia sudah masuk ranah hukum niaga," tutur
Robinson.
Nasib GBI, tambah Robinson kalau pengadilan niaga tidak menyetujui gugatan
balik GBI, jatuhnya dia dipailitkan. Dia berkewajiban membayar seluruh dana
nasabah. "Kalau pengadilan niaga gak setujui akan masuk pailit. BGI masuk
ke hakim pengawasan aset dilikuidasi dikembalikan secara proporsional,"
ungkapnya.
GBI bergerak investasi emas dan gadai emas. Sejak April 2013, perusahaan
ini tidak lagi memberikan imbal hasil yang dijanjikan ke para investor yang
mencapai ribuan. Investasi kelolaan bernilai Rp1,2 triliun. Investor yang
dirugikan mengadu ke OJK. [hid]
Nasabah Tertipu Investasi Bodong PT Gold Bullion Indonesia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para korban investasi emas PT Gold Bullion
Indonesia (GBI) menceritakan bagaimana bisa tertipu oleh pihak GBI, yang
menjanjikan keuntungan 2,5 persen setiap bulan dari nilai total investasi per
nasabah.
Ramsi Azhari Slawat korban asal Depok, Jawa Barat, tergiur investasi emas
GBI karena keuntungan yang diberikan GBI terbilang besar dan perusahaan
tersebut memiliki sertifikat Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menjalankan
usahanya tabungan emas berbasis syariah.
"Awal tahun investasi emas GBI dari brosur GBI yang berada di Bank
Mega Syariah cabang Depok. Brosur GBI ada meja dekat costumer service Bank Mega
Syariah dan saya ambil kemudian saya telpon GBI-nya," kata Ramsi saat
melaporkan kasus penipuan GBI di Polda Jakarta, Sabtu (3/5/2014).
Ramsi mengatakan, sistem investasi emas GBI ada dua pilihan yang ditawarkan
ke nasabah. Pertama, berinvestasi fisik (emas-red) dimana nasabah mendapatkan
emas dan boleh dibawa pulang. Opsi ini, nasabah terlebih dahulu membayar harga
emas yang telah disepakati.
"Opsi kedua, nasabah melakukan join dengan pihak bank dalam membeli
emas. Namun, kalau opsi ini, emasnya tidak dipegang nasabah tetapi bank yang
memegang emas. Namanya ini sistem gadai," tutur dia.
Adanya dua opsi tersebut, Ramsi memutuskan untuk memilih opsi kedua yakni
membeli emas dengan cara patungan dengan bank. Rinciannya, Ramsi membayar 40
persen dan bank 60 persen dari harga emas yang telah disepakati. Akhirnya,
Ramsi mendaftarkan dirinya menjadi nasabah GBI pada September 2012.
Menurutnya, awal investasinya di GBI dengan membeli emas sebanyak 100 gram
dengan harga per gramnya 705 ribu rupiah, sehingga harga emas yang harus
dibayar Ramsi sebesar Rp 70.500.000. Akan tetapi, Ramsi hanya membayar sekitar
Rp 28 juta karena 60 persenya pihak bank yang membayar.
"Saya membayar dan kontrak (satu periode kontrak selama 4 bulan).
Selama kontrak pertama saya selalu mendapatkan atthoya (hadiah) 2,5 persen per
bulan (sekitar Rp 1,76 juta)," ujarnya.
Namun ketika kontrak habis, Ramsi ditawarkan kembali untuk memperpanjang
kontraknya dengan periode yang sama. Ramsi pun, tidak ragu-ragu untuk
memperpanjang kontraknya karena sudah merasakan keuntungan setiap bulannya.
Akan tetapi, dalam kontrak kedua harga emas sudah naik dengan selisih 10 ribu per
gram jadi Rp 715 ribu per gram.
Ketika kontrak kedua sudah disepakti, satu bulan ke depan pihak GBI tidak
memberikan atthoya per bulannya seperti kontrak pertama dan ketika ditanya
Ramsi, pihak GBI sedang menghitungnya. Dari sinilah, Ramsi merasa tertipu dan
hingga saat ini keuntungan setiap bulan tidak pernah diterimanya dan seluruh
uangnya hilang tak dikembalikan GBI.
Nasib yang sama juga dirasakan oleh Hendra Setiawan yang berinvestasi emas
sebanyak 150 gram dengan harga Rp 710 ribu per gram. Hendra, mulai menjadi
nasabah GBI sejak 28 Februari 2013 dan baru sekali mendapatkan keuntungan
ketika awal Maret 2013.
"Baru sekali saya dapat atthoya sehari setelah saya daftar jadi
nasabah GBI, setelah itu saya tidak pernah lagi dapat keuntungannya. Waktu itu
saya dapat sekitar Rp 2,66 juta per bulan yang masuk ke rekening saya,"
kata Hendra.
Tercatat GBI memiliki 10 kantor yang beroperasi di Jakarta, Makassar, Solo,
Surabaya, Medan, Semarang, Malang, Bali, Lampung, dan Pantai Indah Kapuk.
Diketahui, dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) daftar
piutang kreditur GBI yang diakui senilai Rp 99,9 miliar. Jumlah ini berasal
dari tagihan 500 nasabah.
"Jumlahnya itu harusnya 100 ribuan lebih nasabah, tapi dalam PKPU
tercatat 500 nasabah. Namun, pihak GBI waktu itu akan membayar semua nasabah
yang tercatat di PKPI atau tidak tercatat," kata Koordinator Forum
Perjuangan Nasabah (FPN) GBI, Taufik.
Sementara itu pihak PT Gold
Bullion Indonesia (GBI) hingga berita ini diturunkan belum berhasil
dikonfirmasi Tribunnews.
Analisis Tentang Kasus Investasi Bodong PT. Gold Bullion
Indonesia
Artikel ini menjelaskan tentang kasus investasi bodong emas yang dilakukan
oleh PT.Gold Bullion Indonesia (GBI), perusahaan tersebut telah melanggar
aturan dan menyalahgunakan izin yang didapat dari Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM) mengenai tentang investasi. PT Gold Bullion Indonesia (GBI)
bergerak dalam investasi dan gadai emas, namun karena telah melakukan penyalahgunaan
izin yang didapatkan perusahaan tersebut masuk ke dalam hukum niaga. Perusahaan
tersebut dituntut mengembalikan dana nasabah, jika tidak perusahaan tersebut
dipailitkan. Banyak sekali nasabah yang tertipu dengan adanya investasi emas
yang dilakukan oleh GBI. Pihak GBI menjanjikan keuntungan 2,5% setiap bulannya
dari total investasi per nasabah jika nasabah mau ikut bergabung dalam
investasi emas tersebut. Dari hal tersebut banyak nasabah yang tertarik
bergabung. Pihak GBI melakukan dua opsi atau pilihan dalam investasi emas
tersebut. Pertama berinvestasi fisik (emas), dimana nasabah mendapatkan emas
dan boleh dibawa pulang. Opsi ini, nasabah terlebih dahulu membayar harga emas
yang telah disepakati. Kedua, nasabah melakukan join dengan pihak bank dalam membeli
emas. Namun, emasnya tidak dipegang nasabah tetapi bank yang memegang emas,
dapat disebut juga dengan sistem gadai emas. Setelah nasabah memilih opsi untuk
melakukan investasi, nasabah tersebut akan diberikan keuntungan pada awal
berinvetasi agar tidak menimbulkan kecurigaan. Akan tetapi setelah keuntungan
berikutnya nasabah tidak diberikan keuntungan dari hasil investasinya tersebut.
Dari kasus tersebut, dapat dilihat bahwa PT Gold Bullion Indonesia kemungkinan
tidak sanggup membayar dari keuntungan yang didapatkan nasabah atau ada
sejumlah pihak yang membawa kabur uang nasabah, sehingga perusahaan tersebut
dapat diakatakan telah melakukan investasi bodong.
Penyelesaian dari kasus ini tentu harus melalui jalur hukum agar kasus
tersebut tidak dapat terulang lagi, dan untuk nasabah harus lebih berhati –
hati lagi dalam melakukan investasi supaya tidak merasa dirugikan oleh pihak
yang melakukan investasi. Beberapa cara melakukan investasi yang benar seperti,
nasabah harus tahu terlebih dahulu apakah pihak yang melakukan investasi
memiliki legalitas atau sudah terdaftar di OJK atau belum, selanjutnya nasabah
juga harus mengetahui lebih detail tentang cara kinerja berinvestasi mereka dan
jangan langsung mudah tertipu dengan janji yang mengatakan akan mendapatkan
keuntungan yang tinggi jika bergabung dalam investasi emas tersebut. Dari hal
ini juga, penting diadakannya pembelajaran dan pemahaman tentang cara
berinvestasi kepada masyarakat umum terutama mengenai pemahaman berinvestasi
emas yang benar agar masyarakat tidak mudah ditipu dalam melakukan investasi.
Dan dari kasus tersebut, menurut saya juga peran pemerintah sangat diperlukan
terutama dalam memberikan aturan atau ketentuan dalam mendirikan suatu lembaga
yang bersangkutan dengan investasi. Seperti memberikan aturan yang ketat dalam
mendirikan suatu perusahaan dibidang investasi, serta menandatangani kontrak
denda sebagai jaminan jika perusahaan tersebut melakukan panyalahgunaan izin.
Sumber :