Kamis, 19 Juni 2014

Tugas Softskil (Aspek Hukum Dalam Ekonomi)


“Investasi Bodong Emas PT. Gold Bullion Indonesia”

OJK: PT Gold Bullion Lakukan Investasi Bodong
INILAH.COM, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menganggap PT Gold Bullion Indonesia (GBI) melakukan pelanggaran perizinan.
Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal I Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Robinson Simbolon mengatakan GBI kasusnya sudah diserahkan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Sebab, perusahaan ini layak disebut dengan investasi bodong karena tidak menggunakan izin sesuai bidang tujuan perusahaan. "Ternyata GBI izinnya ke BKPM tapi dia melanggar aturan dan menyalahgunakan izin yang diberikan," ujar Robinson di kantornya, Kamis (5/9/2013).
Menurut Robinson, karena GBI melanggar izin yang dikeluarkan BKPM. Kini kasusnya dilimpahkan ke pengadilan niaga. Setidaknya ada dua pilihan bagi GBI pertama, mengembaikan dana nasabah atau dipailitkan. "GBI perizinan dari BKPM dia melakukan pelanggaran perizinan. Tentu pilihannya akan dicabut izin atau mengembalikan uang nasabah. Dia sudah masuk ranah hukum niaga," tutur Robinson.
Nasib GBI, tambah Robinson kalau pengadilan niaga tidak menyetujui gugatan balik GBI, jatuhnya dia dipailitkan. Dia berkewajiban membayar seluruh dana nasabah. "Kalau pengadilan niaga gak setujui akan masuk pailit. BGI masuk ke hakim pengawasan aset dilikuidasi dikembalikan secara proporsional," ungkapnya.
GBI bergerak investasi emas dan gadai emas. Sejak April 2013, perusahaan ini tidak lagi memberikan imbal hasil yang dijanjikan ke para investor yang mencapai ribuan. Investasi kelolaan bernilai Rp1,2 triliun. Investor yang dirugikan mengadu ke OJK. [hid]

Nasabah Tertipu Investasi Bodong PT Gold Bullion Indonesia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para korban investasi emas PT Gold Bullion Indonesia (GBI) menceritakan bagaimana bisa tertipu oleh pihak GBI, yang menjanjikan keuntungan 2,5 persen setiap bulan dari nilai total investasi per nasabah.
Ramsi Azhari Slawat korban asal Depok, Jawa Barat, tergiur investasi emas GBI karena keuntungan yang diberikan GBI terbilang besar dan perusahaan tersebut memiliki sertifikat Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menjalankan usahanya tabungan emas berbasis syariah.
"Awal tahun investasi emas GBI dari brosur GBI yang berada di Bank Mega Syariah cabang Depok. Brosur GBI ada meja dekat costumer service Bank Mega Syariah dan saya ambil kemudian saya telpon GBI-nya," kata Ramsi saat melaporkan kasus penipuan GBI di Polda Jakarta, Sabtu (3/5/2014).
Ramsi mengatakan, sistem investasi emas GBI ada dua pilihan yang ditawarkan ke nasabah. Pertama, berinvestasi fisik (emas-red) dimana nasabah mendapatkan emas dan boleh dibawa pulang. Opsi ini, nasabah terlebih dahulu membayar harga emas yang telah disepakati.
"Opsi kedua, nasabah melakukan join dengan pihak bank dalam membeli emas. Namun, kalau opsi ini, emasnya tidak dipegang nasabah tetapi bank yang memegang emas. Namanya ini sistem gadai," tutur dia.
Adanya dua opsi tersebut, Ramsi memutuskan untuk memilih opsi kedua yakni membeli emas dengan cara patungan dengan bank. Rinciannya, Ramsi membayar 40 persen dan bank 60 persen dari harga emas yang telah disepakati. Akhirnya, Ramsi mendaftarkan dirinya menjadi nasabah GBI pada September 2012.
Menurutnya, awal investasinya di GBI dengan membeli emas sebanyak 100 gram dengan harga per gramnya 705 ribu rupiah, sehingga harga emas yang harus dibayar Ramsi sebesar Rp 70.500.000. Akan tetapi, Ramsi hanya membayar sekitar Rp 28 juta karena 60 persenya pihak bank yang membayar.
"Saya membayar dan kontrak (satu periode kontrak selama 4 bulan). Selama kontrak pertama saya selalu mendapatkan atthoya (hadiah) 2,5 persen per bulan (sekitar Rp 1,76 juta)," ujarnya.
Namun ketika kontrak habis, Ramsi ditawarkan kembali untuk memperpanjang kontraknya dengan periode yang sama. Ramsi pun, tidak ragu-ragu untuk memperpanjang kontraknya karena sudah merasakan keuntungan setiap bulannya. Akan tetapi, dalam kontrak kedua harga emas sudah naik dengan selisih 10 ribu per gram jadi Rp 715 ribu per gram.
Ketika kontrak kedua sudah disepakti, satu bulan ke depan pihak GBI tidak memberikan atthoya per bulannya seperti kontrak pertama dan ketika ditanya Ramsi, pihak GBI sedang menghitungnya. Dari sinilah, Ramsi merasa tertipu dan hingga saat ini keuntungan setiap bulan tidak pernah diterimanya dan seluruh uangnya hilang tak dikembalikan GBI.
Nasib yang sama juga dirasakan oleh Hendra Setiawan yang berinvestasi emas sebanyak 150 gram dengan harga Rp 710 ribu per gram. Hendra, mulai menjadi nasabah GBI sejak 28 Februari 2013 dan baru sekali mendapatkan keuntungan ketika awal Maret 2013.
"Baru sekali saya dapat atthoya sehari setelah saya daftar jadi nasabah GBI, setelah itu saya tidak pernah lagi dapat keuntungannya. Waktu itu saya dapat sekitar Rp 2,66 juta per bulan yang masuk ke rekening saya," kata Hendra.
Tercatat GBI memiliki 10 kantor yang beroperasi di Jakarta, Makassar, Solo, Surabaya, Medan, Semarang, Malang, Bali, Lampung, dan Pantai Indah Kapuk. Diketahui, dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) daftar piutang kreditur GBI yang diakui senilai Rp 99,9 miliar. Jumlah ini berasal dari tagihan 500 nasabah.
"Jumlahnya itu harusnya 100 ribuan lebih nasabah, tapi dalam PKPU tercatat 500 nasabah. Namun, pihak GBI waktu itu akan membayar semua nasabah yang tercatat di PKPI atau tidak tercatat," kata Koordinator Forum Perjuangan Nasabah (FPN) GBI, Taufik.
Sementara itu pihak PT Gold Bullion Indonesia (GBI) hingga berita ini diturunkan belum berhasil dikonfirmasi Tribunnews.




Analisis Tentang Kasus Investasi Bodong PT. Gold Bullion Indonesia

Artikel ini menjelaskan tentang kasus investasi bodong emas yang dilakukan oleh PT.Gold Bullion Indonesia (GBI), perusahaan tersebut telah melanggar aturan dan menyalahgunakan izin yang didapat dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengenai tentang investasi. PT Gold Bullion Indonesia (GBI) bergerak dalam investasi dan gadai emas, namun karena telah melakukan penyalahgunaan izin yang didapatkan perusahaan tersebut masuk ke dalam hukum niaga. Perusahaan tersebut dituntut mengembalikan dana nasabah, jika tidak perusahaan tersebut dipailitkan. Banyak sekali nasabah yang tertipu dengan adanya investasi emas yang dilakukan oleh GBI. Pihak GBI menjanjikan keuntungan 2,5% setiap bulannya dari total investasi per nasabah jika nasabah mau ikut bergabung dalam investasi emas tersebut. Dari hal tersebut banyak nasabah yang tertarik bergabung. Pihak GBI melakukan dua opsi atau pilihan dalam investasi emas tersebut. Pertama berinvestasi fisik (emas), dimana nasabah mendapatkan emas dan boleh dibawa pulang. Opsi ini, nasabah terlebih dahulu membayar harga emas yang telah disepakati. Kedua, nasabah melakukan join dengan pihak bank dalam membeli emas. Namun, emasnya tidak dipegang nasabah tetapi bank yang memegang emas, dapat disebut juga dengan sistem gadai emas. Setelah nasabah memilih opsi untuk melakukan investasi, nasabah tersebut akan diberikan keuntungan pada awal berinvetasi agar tidak menimbulkan kecurigaan. Akan tetapi setelah keuntungan berikutnya nasabah tidak diberikan keuntungan dari hasil investasinya tersebut. Dari kasus tersebut, dapat dilihat bahwa PT Gold Bullion Indonesia kemungkinan tidak sanggup membayar dari keuntungan yang didapatkan nasabah atau ada sejumlah pihak yang membawa kabur uang nasabah, sehingga perusahaan tersebut dapat diakatakan telah melakukan investasi bodong.
Penyelesaian dari kasus ini tentu harus melalui jalur hukum agar kasus tersebut tidak dapat terulang lagi, dan untuk nasabah harus lebih berhati – hati lagi dalam melakukan investasi supaya tidak merasa dirugikan oleh pihak yang melakukan investasi. Beberapa cara melakukan investasi yang benar seperti, nasabah harus tahu terlebih dahulu apakah pihak yang melakukan investasi memiliki legalitas atau sudah terdaftar di OJK atau belum, selanjutnya nasabah juga harus mengetahui lebih detail tentang cara kinerja berinvestasi mereka dan jangan langsung mudah tertipu dengan janji yang mengatakan akan mendapatkan keuntungan yang tinggi jika bergabung dalam investasi emas tersebut. Dari hal ini juga, penting diadakannya pembelajaran dan pemahaman tentang cara berinvestasi kepada masyarakat umum terutama mengenai pemahaman berinvestasi emas yang benar agar masyarakat tidak mudah ditipu dalam melakukan investasi. Dan dari kasus tersebut, menurut saya juga peran pemerintah sangat diperlukan terutama dalam memberikan aturan atau ketentuan dalam mendirikan suatu lembaga yang bersangkutan dengan investasi. Seperti memberikan aturan yang ketat dalam mendirikan suatu perusahaan dibidang investasi, serta menandatangani kontrak denda sebagai jaminan jika perusahaan tersebut melakukan panyalahgunaan izin.

Sumber :